Rabu, 28 Juli 2010

KUTUNGGU HADIRMU DI TANAH INI

KUTUNGGU HADIRMU DI TANAH INI




~ Dirangkai oleh Semburat Jingga~

** penglihatan sendu tentang tanah terjajah, tanah sejuta luka, yang kini makin terhisap kebiadaban kaum terhina **





Matanya tidak berair. Pantang baginya menetaskan bulir2 dingin pada pipi. Dulu ia selalu melakukan itu, dulu sekali. Kini tidak lagi. Sejak ia tau bahwa apa yang bergelimang di depan matanya adalah sesuatu yang tak patut ditangisi tapi wajib diatasi, dengan tindakan, dengan daya juang, dengan ketundukan yang tak boleh padam.



Nanar pemuda itu melihat letusan hitam yang mendebum di kejauhan, mengirimkan kelabu pada langit yang mulai temaram. Satu gurisan pedih menambah deretan balur-balur duka pada hatinya, makin pekat apa yang telah tercatat di sana. Sebuah kemarahan untuk darah yang tersimbah di tanahnya, tanah para syuhada, PALESTINA.



Sayyaf belum genap 14 tahun. Matanya teduh, menyirat baris-baris memori yang pernah terekam di sana. Bibirnya kering, 21 juz sudah terlontar lancar tanpa diminta. Tangannya kecil namun liat, terlatih menjamah target jika intifadah diserukan. Badannya kurus semampai, meski asupan gizi ia dapat ala kadarnya.



Saat kecil ia terbiasa menghafal Al-Qur'an sambil menatap sang ibu membelah batu2 besar untuk persiapan intifadah. Di sudut lain, kakak kakak lelakinya berkerumun dengan pemuda lain membicarakan daerah penyergapan. Ayahnya meramu kayu2 tebal menjadi tajam dan mudah melayang. Kesibukan itu akan segera berakhir jika sebuah gedoran keras menyapa pintu rumah mereka diiringi pekik takbir, sebuah tanda bahwa penyerangan segera diletuskan. Sang ibu akan segera merangkul Sayyaf dan menggendong adik-adiknya menuju persembunyian sederhana yang di bawah lantai dapur. Ia bersama ibu dan tiga orang adiknya harus meringkuk dan bertahan selama mugkin di ruangan yang pengap itu. Itulah saat yang indah untuk melantunkan hafalan, di tengah pengap debu, berjejal dengan nafas kegetiran.



Sayyaf berbalik dengan tangan mengurat jelas menggenggam ketapel. Dia marah karena beberapa saat lalu yahudi la'natullah hanya membidikkan bom-39 ke pemukiman penduduk. Tak ada yang bisa disambarnya, tak ada yang jadi sasaran lemparan batunya, padahal puluhan nyawa tak berdosa telah gugur akibat letusannya.



Tanpa kata diangkatnya tubuh-tubuh bermandi darah yang tanpa dosa. Anak-anak itu, wanita-wanita itu harus menghembuskan nafas tanpa tau apa-apa. Tak ada ucapan yang mengudara di senja yang kelam itu. Para pejuang telah terbiasa mengunci mulut mereka dalam doa, sambil memindah gelimang jasad di antara reruntuh bangunan. Sepi.



Sayyaf bangkit. Terukir jelas dalam ingatannya, sebuah masa di mana ayahnya rubuh tepat di hadapannya. Terekam juga dalam ingatannya, sebuah masa di mana ia menemukan ibu dan tiga adiknya sudah tak bernyawa. Airmatanya kini teramat mahal, tak mampu ditebus oleh pemandangan yang menyiksa, tak bisa mengalir hanya karena duka. Duka baginya sudah teraduk rata dengan ketebalan imannya. Duka baginya adalah ramuan semangat. Tak bisa disapu hanya dengan luncuran drone missil yang meluluhlantak tanahnya.



Ia melihat dua kakaknya mengangguk memanggilnya dari jarak yang hampir tak terjangkau mata. Sayyaf mengerti. Ia meninggalkan gundukan tanah yang ada di hadapannya. Tanah yang menyelimuti tubuh para syuhada yang telah dipanggil oleh pemiliknya. Sinar jingga pada batas cakrawala meniup penglihatannya. Wajahnya mengeras lagi. Ia siap untuk sebuah penyerangan tank tank yahudi yang terpisah 5 km dari tempatnya berdiri, dini hari nanti....



Di manakah syahidku ??

sebuah mati yang kurindui,

yang melantak jasadku pada kemuliaan,

membeli imanku sebagai mahar..



Dimanakah syahidku?

Cara berpulang yang begitu ingin aku tempuh,

menatap Rabbku dalam kebahagiaan,

memberi raga yang tak kekal...



Ini aku, LAWANLAH!

Ini batu-batuku, GILASLAH!

Ini rumahku, RUNTUHKANLAH!

Ini keluargaku, SYAHIDKANLAH!



Tak ada percuma di sisiku,

tapi kerak neraka untukmu,

tak yang tersia di sisiku,

tapi kelaknatan untukmu.



Singa-singaNYA mulai mengaum di seluruh bumi,

taringnya akan kokohkan ideologi,

Tapaknya akan jelas membabatmu,

menggulungmu,

menistakanmu,

memeti-eskan peradabanmu!



LIHAT!

Mereka mendengar seruanku, mereka mulai bergerak ke arahku,

mereka menyusun imperium baru,

imperium HAQ yang akan menelan pengikutmu!



Wahai PERINDU SYAHID,

yang bergerak semata karena panggilan Penciptamu,

yang menginginkan hukumNYA tegak tak terkecuali,

yang mengazamkan diri tuk melumat habis para penjajah tak bernurani,

KUTUNGGU seruan sang AMIRUL MUKMININ MENGOMANDO LANGKAHMU SAMPAI KE TANAH INI!

KUTUNGGU HADIRMU DI SINI!!

DI SINI!!

Tidak ada komentar: